

ta setengah baya, terdengar si pengendara berteriak lantang, wanita itu bergegas memenuhi panggilan itu “Dari Palestina”, ucap Pak pos sembari memberikan sepecuk surat dan sebuah bungkusan besar kepadanya. “Abi...!!!”, pekik hati kecilnya penuh haru biru menerima bingkisan ini. “Nisa.... Ilzam.... “Ini ada kiriman dari Abi!”, Ia memanggil mujahidah dan mujahid kecilnya. Tak lama kemudian mereka lari ke arah uminya dan berebut membuka bungkusan besar itu. Oh, ternyata bungkusan besar itu berisi tiga buah baju, untuk diirnya, untuk Nisa dan untuk Ilzam “Ah...., Abi masih sempatnya memerhatikan kami ditengah desingan peluru Israel yang siap menerkammu”, desah hati Umi Aisyah lirih. Nisa dan Ilzam Ia melihat sangat girang menerima kiriman baju dari abinya. Mereka langsung mematuk-matukkan baju itu ke tubuhnya. “Mi...lebaran ini Abi pulang Nggak ya...? Nisa sudah rindu deh,”ucap si sulung dengan wajah sendu. “Tidak..., Ramadlan dan lebaran kali ini Abi tidak bersama kita,” jawab uminya sambil coba tersenyum walau hatinya sangat serat dengan gelembung haru. “Ya.. lebaran sekarang nggak sama Abi dong, Mi..,” desah Nisa kecewa. “Gak apa kan Abi nggak datang, kalau Nisa rindu sama Abi, ingat-ingat saja pesan Abi waktu itu, waktu mau pergi dulu. Kalau Nisa melaksanakan pesan-pesan itu, pasti Allah akan menyampaikan rindu Nisa sama Abi”, hibur sang umi Aisyah. Setelah mendengar ucapannya si sulung yang baru berusia empat tahun itu langsung menangis tergugu. “Maafkan Nisa ya...Bi, Nisa janji nggak lagi-lagi . .”ucap Nisa di sela-sela isak tangisnya. “Kenapa sayang.....?” Tanya uminya seraya mengusap kepala mungilnya. “Mi... Nisa suka bandel kalau disuruh Ummi pakai jilbab. Padahal Abi dulu bilang kalau Nisa mau keluar harus pakai jilbab. Mi..., Abi maafin Nisa nggak ya Mi..?” tanya si putri sulung dengan lugu. Ia tak mampu menjawab pertanyaannya dengan kata-kata, Ia takut air mata nya jatuh berderai-derai di depan mujahidah dan mujahid kecilnya yang masih polos. Ini merupakan pantangan besar baginya!!!
******************
Malam
telah menghamparkan gelapnya yang pekat, anak-anakpun sudah terlelap. Ia
beringsut dari tempat tidur untuk membuka dan membaca surat dari suaminya Mas
Ilham. Sengaja surat ini ia baca diam-diam agar bila air matanya ini tumpah
ruah, mereka tak akan dapat menyaksikannya. Ia buka amplop biru ini dengan
getar rindu.
TO: UMMI
AISYAH
“Dengan
asma Allah kukirim salam dari medan jihad di negeri seberang semoga kau di beri
ketabahan sampai datang waktu kala itu kau ikhlas melepas kepergianku. Beribu
kenangan terasa sendu, kini hampir berlalu, semoga aku segera bersamamu membawa
beribu kenangan haru dari bumi yang menyejukkan kalbu"
Ummi
Aisyah....selamat Ramadhan dan Idul fitri, mudah-mudahan semakin Taqwa walau
tidak disertai Abi. Ini ada baju untuk Umi dan Anak-anak, tapi Umi jangan sedih
jika baju ini mungkin yang terakhir yang Abi berikan, dan surat yang Ummi baca
ini, surat terakhir yang Abi tulis. “Mi...coba tolong periksa dalam amplop ini,
Abi sertakan cincin ukiran milikmu. Ummi Aisyah... suatu ketika selepas shalat
isya’, ada seorang teman datang ke Pondok tempat para Mujahid berkumpul. Ia
membawa bantuan dari Muslim Indonesia berupa uang dan perhiasan. Ketika Ikhwan
itu membuka kotak tempat perhiasan itu, mata Abi langsung tertuju pada sebuah
cincin ukiran yang rasanya Abi sudah sangat mengenalanya. Ah, Mi... benar saja
di dalam cincin itu tertulis nama kita berdua.
Umi
Aisyah.., sejak awal menikah, Abi yakin bahwa Umi tidakkan mengecewakan, telah
kau berikan seluruh apa yang kau cintai pada Allah; Abi, Harta bendamu dan sekarang
cincin ukiran yang merupakan bukti cinta kita berdua. Ah, Mi..., Abi harus
banyak bersyukur mendapatkan Istri sesholihah seperti engkau. Mi...., berdoa
ya! agar Allah mengukirkan nama kita di surga sana seperti yang terukir dalam
cincin ukiran yang telah engkau Infaq-kan.
Mi...,
Abi ingin menjadi seperti Rasululah terhadap Ummi, Beliau rela membeli sebuah
kalung perhiasan yang pernah dimiliki Fatimah, putrinya. Dan kalung perhiasan
itu merupakan pemberian Khadijah ketika Fatimah melangsungkan akad nikah dengan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib. karena faktor ekonomi yang pas-pasan akhirnya
terpaksa kalung perhiasan itu dijual. Alhamdulillah walau dengan susah payah,
Abi berhasil mengumpulkan uang untuk menebus cincin ukiran ini. Sekarang Abi
berikan kembali cincin ini untukmu, Ummi Aisyah. Ingat Mi..! Cincin ini sebagai
titipan bukan sebagai Mahar. Jadi Umi harus izin dulu kalau mau
menginfaqkannya. Mi..., sudah dulu ya, sampaikan salam rindu Abi dan salam
jihad Abi buat Nisa dan Ilzam”. “Dan apa saja harta yang baik kamu nafkahkan di
jalan Allah, maka sesungguhnya Allah maha menetahui,...
“Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan di beri pahala
yang cukup sedang kamu sedikitppun tidak akan dianiaya. (Qs al-
baqoroh: ayat 272-273)
Dari Yang Mencintaimu Karena Allah Abu Anisa
Baju
dan kertas biru gelora rindu ini kini kuyup sudah, derai air mata pun sudah tak
mau lagi untuk dibendung. Perlahan tangannya menelusuri ujung amplop, dan ia
temukan sesuatu yang berbentuk bundar di sana. Ah, ia pakai cincin itu dengan
hati penuh debar-debar cinta. Seperti dulu ketika pertama kalinya saat Mas
Ilham mengucapkan... “Saya terima Nikahnya dan Kawinnya Nisa Binti Shabri
dengan maskawin cincin emas lima gram tunai...”.
******************
Adzan
subuh Telah berkumandang, bunyi takbir dan bedug menggema di udara. Idul fitri
kembali datang mengunjugi insan-insan suci selepas Ramadhan. Keluarga berkumpul
dalam suka cita. Keriangan menggantung di mana-mana termasuk di rumahnya walau
tanpa Mas Ilham. Kedua Anaknya pun diliputi kegembiraan sekeliling. Ia
bayangkan Mas Ilham membaawa mereka ke kebun binatang, bercengkrama dengan
Ilzam dan Nisa sebagai mana kini tengah dilakukan oleh banyak keluarga lainnya,
tapi ia menyadari, bahwa pengorbanan ini pasti akan mendapatkan balasan yang
setimpal oleh Dzat yang tak pernah tidur.
*****************
Beberapa
hari setelah Idul fitri berlalu, seorang Ikhwah datang memberi berita,"
Akhuna Ilham telah gugur sebagai mujahid sejati pada tengah malam menjelang
Idul Fitri..." Hatinya terasa hancur berkeping-keping, langit seakan
runtuh menerpa dirinya. Kabar itu menyayat di hati Umi Aisyah," Apakah ini
hayalan atau memang kenyataan ", gumamnya seakan tidak percaya pada apa
yang ia dengar.
“Ketika cinta
bersemi semua serasa indah, semua seakan abadi
Tapi itulah
cinta..
Yang bukan
hanya ada tawa dalam lika-likunya tapi juga air mata
Dengan hal
itulah kita akan tahu sebesar apa cinta kita dan orang yang kita cinta”
By: Ana Waladun Sholih
0 komentar:
Posting Komentar